KASUS CEBONGAN

Kepala Tim Investigasi, Brigjen TNI Unggul K Yudoyono mengatakan dalam aksi penyerangan cebongan tersebut satu pelaku berinisial U bertugas sebagai eksekutor.

Sembilan dari 11 pelaku yang terlibat dalam peristiwa itu berpangkat bintara dan tamtama.

Dia mengatakan aksi tersebut didasari atas semangat membela rekan mereka, Serka Heru Santoso yang tewas karena tindakan empat tahanan tersebut.

“Peristiwa Penyerangan ke Lapas 2B Cebongan Sleman sebagai akibat dari pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok preman terhadap Serka Heru Santoso dan pembacokan terhadap Sertu Sriyono, yang salah satunya adalah mantan anggota Kopassus,” kata Brigjen Unggul Yudoyono.

Dalam aksinya para pelaku, menurut Unggul, menggunakan 6 senjata masing-masing yaitu 3 jenis senjata AK-47, 2 pucuk AK-47 replika, dan satu pucuk pistol SIG Sauer replika.

“Atas dasar dari hasil investigasi, proses hukum selanjutnya akan segera dilaksanakan oleh Puspom AD,” katanya.

Bantah direncanakan

Unggul membantah jika aksi serangan tersebut dilakukan secara terencana.

“Serangan itu bermotif tindakan reaktif karena kuatnya rasa dan jiwa kebersamaan dan membela kesatuan,” jelas Unggul.

“Saya belum menemukan unsur perencanaan dalam aksi ini.”

Soal informasi tentang keberadaan para tahanan juga didapatkan tanpa adanya persiapan dan aksi khusus.

“Peristiwa Penyerangan ke Lapas 2B Cebongan Sleman sebagai akibat pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok preman terhadap Serka Heru Santoso”

Unggul K Yudoyono

“Informasinya didapat di jalan ada orang yang beritahu ada iring-iringan mobil tahanan yang dikawal ketat dari situ dia dengar dan bergerak ke Cebongan.”

Dalam serangan di LP Cebongan para pelaku menewaskan empat tahanan, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, Adrianus Candra Galaga, Yohanes Juan Mambait, dan Gameliel Yermiayanto Rohi Riwu.

Aksi ini tidak hanya diselidiki oleh Tim TNI AD tetapi juga oleh polisi dan Komnas HAM.

Rencanannya Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila mengatakan pekan ini akan melakukan pertemuan dengan perwakilan institusi-institusi terkait untuk membahas kasus ini termasuk Polri dan Panglima TNI.

 

Saksi lain dalam persidangan, Margo Utomo, menggambarkan insiden penyerangan berlangsung cepat.

”Saat saya akan izin Kepala Lapas Sukamto Harto (Kalapas saat itu) lewat telepon, salah seorang penyerang merampas telepon lalu sipir dilumpuhkan dan di suruh tiarap dengan bibir menyentuh lantai.”

Dia menjelaskan tak lama setelah sipir dilumpuhkan, terdengar suara tembakan dan para penyerang lantas keluar.

”Kami baru berani bangun lantas berlari ke arah Blok Anggrek. Ternyata sudah ada empat tahanan yang mati akibat luka tembak,” ujar Margo.

Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono sebelumnya memberi jaminan keamanan para saksi yang dihadirkan dalam persidangan ini.

Persidangan kali ini juga masih diwarnai dengan sejumlah aksi beberapa elemen masyarakat Yogyakarta yang memberikan dukungan pada Kopassus.

Bimo Wicaksana seorang wartawan lokal yang meliput persidangan kepada BBC menyebut belasan orang memasang spanduk berisi dukungan kepada Kopassus dalam pemberantasan premanisme di kota pelajar itu.

Tetapi akibat serangan ini para terdakwa dikenai pasal pembunuhan berencana dengan ancaman 20 tahun penjara, seumur hidup, atau maksimal hukuman mati.

Insiden penyerbuan ke penjara Cebongan berlangsung Maret silam, saat itu oknum anggota Kopassus mengeksekusi empat tahanan titipan Polda Yogyakarta dengan motif balas dendam atas pembunuhan terhadap dua anggota mereka.

FPI Bentrok Dengan Warga

Bentrok antara puluhan anggota FPI dan penduduk Sukorejo, Kendal, Jawa Tengah, meletup pada Kamis (18/7/2013). Satu orang tewas dalam peristiwa itu. Selain korban tewas, dalam bentrokan itu sedikitnya satu mobil yang ditumpangi rombongan FPI dibakar massa, sedangkan tiga mobil FPI lainnya dirusak massa.

Peristiwa ini bermula saat rombongan FPI gabungan dari Kendal, Temanggung, dan Kabupaten Semarang baru saja melakukan razia di lokasi prostitusi dan judi togel di Kota Sukorejo. Sehari sebelumnya, FPI juga merazia lokasi prostitusi di Sukorejo. Warga setempat kesal atas ulah anggota FPI yang melakukan sweeping di wilayah mereka. Tindakan FPI dinilai menyinggung warga Sukorejo karena dianggap main hakim sendiri.

Akibat peristiwa ini Front Pembela Islam (FPI) Kendal dan Temanggung, Jawa Tengah, terancam dibekukan jika kembali melakukan aksi sweeping. Hal ini menyusul pemberian sanksi teguran yang dikeluarkan dua pemerintah daerah (pemda) kepada organisasi kemasyarakatan itu.

“Teguran keras ini tidak masalah karena sanksi itu kan bertingkat. Kalau mengulanginya lagi, bisa dihentikan sementara. Melakukan lagi, bisa dibekukan. Ini diatur dalam Undang-Undang Ormas,” ujar Wakil Ketua Komisi II Arif Wibowo, saat dihubungi, Jumat (26/7/2013).

Arif mengatakan, aksi anarkistis FPI sudah terjadi berulang kali dan dilakukan di berbagai tempat. Namun, ia menyatakan, UU Ormas yang disahkan sebulan lalu itu tidak berlaku surut sehingga kejadian-kejadian sebelumnya tidak tercatat. Politisi PDI Perjuangan ini berharap pemda bisa menjelaskan kepada publik alasan pemberian sanksi teguran kepada FPI.

“Kalau menimbulkan efek atau tidak, kita lihat nanti. Tapi dengan pemberitahuan ke masyarakat, publik juga akan ikuti dan mengontrol. Semoga saja ormas itu sadar,” ujar politisi PDI Perjuangan ini.

Lebih lanjut, saat ditanya tentang FPI Kendal dan Temanggung yang tak terdaftar di Kemendagri, menurut Arif, hal itu tak menjadi kendala dalam memberikan sanksi. “Yang terdaftar dan tidak harus mendapat perlakuan yang sama. Kalau tidak terdaftar lalu tidak terikat dengan undang-undang, ini jelas keliru,” katanya.

 

Selain itu kecaman keluar dari Ketua DPD RI Irman Gusman mengecam aksi Front Pembela Islam (FPI) yang melakukan sweeping di Sukorejo, Kendal, Jawa Tengan, Kamis 19 Juli 2013 lalu.  Menurut dia, Islam harus ditumbuhkan dengan wajah yang damai dan santun.

“Karena itu saya menyesalkan masih adanya tindakan anarkis dan main hakim sendiri yang dilakukan sekelompok masyarakat mengatasnamakan Islam di bulan Ramadan ini,” kata Irman saat acara buka puasa bersama di rumah dinasnya, Jalan Denpasar Raya, Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2013).

Terlebih, sambung Irman, aksi itu juga diikuti penghinaan kepada simbol negara yang tentu saja melemahkan nilai-nilai Islam.

“Padahal di negara demokrasi seperti Indonesia ini, yang perlu didorong adalah penegakan hukum dalam menegakan amar ma’ruf nahi munkar,” ungkapnya.

Dia mengatakan yang dibutuhkan saat ini, adalah kebersamaan dan toleransi di antara semua kelompok masyarakat dalam mewujudkan keindahan hidup.

“Terlebih di era sekarang ini, kita tidak lagi hidup dalam komunitas lokal, tetapi sudah terintegrasi dalam komunitas global yang memerlukan tanggung jawab bersama dalam membumikan nilai Islam bagi kebaikan seluruh umat,”terangnya.

Selain dihadiri Presiden SBY, dalam acara buka puasa ini juga dihadiri Wakil Presiden Boediono dan beberapa pejabat tinggi lainnya.

Kekerasan maupun pengrusakan mutlak adalah melanggar hukum dan perlu untuk mendapatkan sanksi, Instansi terkait pun harus berfikir dan mulai bertindak keras terhadap ormas tak bertanggung jawab seperti ini,karena ini sudah menyangkut stabilitas dan keamanan negara..Rakyat butuh keamanan dan berhak mendapat perlindungan Negara.